Beberapa pihak menuding bahwa masuknya sejumlah pasal korupsi dalam RUU HP merupakan kemunduran dalam upaya pemberantasan TPK di Indonesia. Delik-delik korupsi dalam UU No.31/1999 jo. UU No. 20/2001 Tentang PTPK yang direformulasi adalah: Pasal 2 Ayat(1), Pasal 3, Pasal 5, Pasal 11 dan Pasal 13. Dari 30 perbuatan yang dikualifikasi sebagai TPK dalam UU TPK hanya 5 ketentuan saja yang direformulasi. Sayangnya, RUU HP yang telah mereformulasi 5 ketentuan tersebut tidak ada satu pun yang mengatur ketentuan yang menghapuskan keberlakuan pasal-pasal TPK yang ada dalam UU TPK. Kondisi inilah yang kemudian dapat diterjemahkan oleh masyarakat awam akan adanya pasal-pasal ganda, yakni adanya ketentuan yang sama yang diatur dalam UU TPK dan RUU HP.
Sebenarnya secara mutatis mutandis 5 ketentuan yang sama dalam UU TPK tidak lagi berlaku (lex posterior derogat legi priori). Bagi yang sepakat dengan masuknya beberapa pasal TPK kedalam RUU HP menandaskan bahwa UU TPK tidak dicabut tetapi akan dijalankan bersamaan dengan RUU HP. Bagi kelompok yang menolak, berargumentasi bahwa hal tersebut akan menghilangkan kewenangan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan TPK oleh KPK serta masuknya sejumlah ketentuan delik a quo yg akan menguntungkan para koruptor.
Perubahan atau penambahan pasal-pasal a quo ke dalam RUU HP sebenarnya tidak akan mengubah sistem peradilan tipidsus. Secara expressive verbis kewenangan KPK masih tetap utuh termasuk melakukan proses hukum terhadap pasal-pasal yang ada dalam RUU HP (Pasal 729 RUU HP). Dengan demikian adanya anggapan bahwa dimasukkannya sejumlah pasal korupsi dalam RUU HP untuk melemahkan peran KPK adalah anggapan yang susah diterima. Semoga kita segera memiliki KUHP made in Indonesia yang telah kita nanti kelahirannya selama lebih dari 72 tahun
No comments:
Post a Comment