Oleh: Wahju Prijo Djatmiko
Di Indonesia, masalah perkawinan diatur dengan dua aturan yang ditujukan pada subjek hukum berbeda. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) atau Burgerlijk Wetboek (BW), ditujukan seluruh warga negara Indonesia (WNI) kecuali yang beragama Islam dan Undang-Undang (UU) No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan bagi WNI yang beragama Islam.
Di Indonesia, masalah perkawinan diatur dengan dua aturan yang ditujukan pada subjek hukum berbeda. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) atau Burgerlijk Wetboek (BW), ditujukan seluruh warga negara Indonesia (WNI) kecuali yang beragama Islam dan Undang-Undang (UU) No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan bagi WNI yang beragama Islam.
Akibat maraknya pernikahan dini, Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP) dan Yayasan Pemantauan Hak Anak (YPHA) mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Adapun ketentuan yang dipermasalahkan adalah Pasal 7 ayat (1) dan (2) UU No. 1 Tahun 1974 mengenai batas usia pernikahan. Pemohon mengusulkan agar batas minimal usia pernikahan ditingkatkan menjadi 18 tahun yang disesuaikan juga dengan UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Mahkamah Konstitusi (MK) dalam amar putusan No. 30 dan 74/PUU-XII/2014 menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya.
Berdasarkan amar putusan UU Perlindungan Anak diatas menikahkan anak perempuan dibawah usia 18 tahun jelas bertentangan UU a quo. Faktanya tidak ada ketentuan yang mengatur batas usia dewasa dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 ini. Dengan keadaan di atas, maka batas usia pernikahan yang diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 dianggap sebagai penyebab terjadinya pernikahan usia dini di Indonesia, sehingga harus dinaikkan batasannya menjadi 18 tahun yang sama dengan UU No. 35 Tahun 2014.
Dalam harmonisai perundang-undangan berlaku asas lex superiori delogat legi inferiori, yang berarti perundang-undangan yang lebih tinggi mengesampingkan atau mengalahkan perundang-undangan yang lebih rendah.
Dalam hukum dapat dibedakan antara pertentangan norma (centra legem) dengan ketidaksesuaian norma (praepria).
Dengan langkah sistemik harmonisasi hukum, akan terhindar baik pertentangan norma dalam arti contra legem maupun ketidaksesuaian norma dalam arti praepria dalam perundang-undangan nasional. Harmonisasi batas usia pernikahan dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 ini dilakukan karena adanya pertentangan norma dengan UU No. 35 Tahun 2014. Hal ini penting dilakukan demi tercapainya tujuan yang dikehendaki yaitu terhindarnya praktik pernikahan dini di Indonesia.
Jika yang dibahas masalah pengaturan batas usia pernikahan yang seharusnya maka disebut sebagai hukum yang seharusnya (ius contituendum), yakni hukum yang akan diberlakukan. Seperti yang diuraikan di atas bahwa harmonisasi batas usia pernikahan dalam UU No. 1 Tahun 1974 dengan batas usia dewasa dalam UU No. 35 Tahun 2014 perlu dilakukan. Dalam hal ini yang lakukan adalah menyerasikan, mencocokan, menyelaraskan, dan menyeimbangkan antara batas usia pernikahan dengan batas usia dewasa. Lalu, bagaimana pengaturan batas usia pernikahan dalam UU No. 1 Tahun 1974 yang seharusnya?
Batas usia pernikahan yang ingin diharmonisasikan dengan batas usia dewasa dalam UU No. 35 Tahun 2014 ialah yang diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974 yaitu Pasal 7 .
Dari bunyi Pasal 7 UU No. 1 Tahun 1974 di atas dapat disimpulkan bahwa batas usia pernikahan bagi seorang laki-laki ialah 19 tahun dan bagi seorang perempuan ialah 16 tahun. Ketentuan batas usia pernikahan ini tidak bersifat mutlak, karena menurut undang-undang tersebut seseorang dapat melakukan pernikahan sebelum usia 19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi perempuan dengan meminta dispenasi kepada pengadilan atau pejabat lainnya. Hal ini berarti seseorang dapat melakukan pernikahan tanpa harus mencapai usia 19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi perempuan.
Jika melihat uraian latar belakang makalah ini, sebenarnya yang ingin diharmonisasikan dengan batas usia dewasa dalam UU No. 35 Tahun 2014 ialah batas usia pernikahan bagi seorang perempuan. Pemohon judicial review menginginkan agar batas usia pernikahan bagi seorang perempuan yaitu 16 tahun ini diselaraskan atau diserasikan atau disesuaikan dengan batas usia dewasa yang diatur dalam UU No. 35 Tahun 2014.
Batas usia dewasa dalam UU No. 35 Tahun 2014 telah diatur pada Pasal 1 angka (1) yang berbunyi: “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”. Jadi seseorang sudah dianggap dewasa jika telah berusia 18 tahun tahun. Oleh karena itu, seorang perempuan yang menikah di usia 16 tahun dianggap sebagai pernikahan dini, karena orang itu usianya belum mencapai usia dewasa.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemohon judicial review atas batas usia pernikahan bagi perempuan yang diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 dirubah menjadi 18 Tahun, sehingga seorang perempuan yang ingin melakukan pernikahan baru dapat dilakukan jika berusia 18 tahun. Dasar pemohon judicial review ialah batas usia 16 tahun bagi perempuan untuk melakukan pernikahan dapat merusak kesehatan reproduksi perempuan. Dasar yang dinyatakan oleh pemohon judicial review ini sama dengan alasan pemberian batas usia pernikahan dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974. Hal ini dijelaskan dalam penjelasannya yang berbunyi: “Untuk menjaga kesehatan suami-isteri dan keturunan, perlu ditetapkan batas-batas usia perkawinan.”
Penjelasan Pasal 7 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 ini cakupannya lebih luas dari pandangan pemohon judicial review karena kesehatan yang dipikirkan bukan hanya kesehatan perempuan, tetapi juga laki-laki baik sebagai suami atau anak (keturunan). Sehubungan dengan pandangan pemohon judicial review ini, ada sementara pandangan yang menyatakan bahwa peningkatan batas usia pernikahan bagi perempuan dari usia 16 tahun menjadi 18 tahun akan memberikan dampak negatif yaitu membuka pintu luas perzinahan.
Dari uraian di atas, menurut penulis antara batas usia pernikahan dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 1974 dengan batas usia dewasa dalam Pasal 1 angka (1) UU No. 35 Tahun 2014 memang terjadi pertentangan, sehingga perlu diharmonisasikan. Permasalahannya ialah kenapa hanya ketentuan batas usia pernikahan dalam UU No. 1 Tahun 1974 yang harus diharmonisasikan. Padahal seperti yang dijelaskan di latar belakang masalah, bahwa masalah pernikahan di Indonesia ada dua aturan hukum yang berlaku.
Adapun masalah batas usia pernikahan dalam KUHPerdata telah diatur pada Pasal 29 yang berbunyi:
“Laki-laki yang belum mencapai umur delapan belas tahun penuh dan perempuan yang belum mencapai umur lima belas tahun penuh, tidak diperkenankan mengadakan perkawinan. Namun, jika ada alasan-alasan penting-penting, Presiden dapat menghapuskan larangan ini dengan memberikan dispensasi.”
Ketentuan Pasal 29 KUHPerdata di atas memberikan batas usia pernikahan bagi perempuan 15 tahun. Hal ini berarti seorang perempuan tidak dapat malakukan pernikahan kalau belum berusia 15 tahun. Jika yang batas usia pernikahan 16 tahun bagi perempuan menyebabkan masalah kesehatan reproduksi perempuan, kenapa Pasal 29 KUHPerdata juga tidak disesuaikan dengan Pasal 1 angka (1) UU No. 35 Tahun 2014 menjadi 18 Tahun?. Seharusnya dalam upaya harmonisasi perundang-undangan dilakukan secara menyeluruh. Dalam hal ini, selain batas usia pernikahan bagi perempuan yang diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 yang juga harus disesuaikan dengan Pasal 1 angka (1) UU No. 35 Tahun 2014 ialah Pasal 29 KUHPerdata.
Sehubungan dengan upaya harmonisasi (penyesuaian) usia pernikahan 16 tahun bagi perempuan dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 yang ditingkatkan menjadi 18 tahun ini penulis tidak sepakat. Hal itu dampak negatifnya lebih luas daripada dampak positifnya, sehingga batas usia pernikahan 16 tahun bagi perempuan harus tetap dipertahankan. Adapuna upaya harmonisasi harus dilakukan adalah ketentuan batas usia dewasa yang diatur dalam UU No. 35 Tahun 2014.
Sehubungan dengan batas usia pernikahan dalam Pasal 7 ayat (1)UU No. 1 Tahun 1974 harus tetap dipertahankan. Artinya, batas usia pernikahan bagi seorang perempuan yang beragama Islam yakni 16 tahun. Harmonisasi yang dilakukan ialah dengan menyesuaikan batas usia dewasa (anak) dalam UU No. 35 Tahun 2014 dengan UU No. 1 Tahun 1974 dan KUPerdata. Artinya batas usia dewasa (anak) harus disesuaikan dengan batas usia pernikahan yang diatur dalam hukum positif yang berlaku.
No comments:
Post a Comment