Monday, 27 April 2020

IN NAAM DER GERECHTIGHEID

Oleh: Dr. Wahju Prijo Djatmiko, S.H., M.Hum., M.Sc. 

Adanya ide untuk mengganti irah-irah "Demi Keadilan Tuhan YME " menjadi "Demi Pancasila" adalah betul-betul ide yg NGGLADRAH dan menjurus ke sikap anti Tuhan. Frasa demi keadilan itu adalah frasa SUMPAH, yakni sumpah para hakim sebagai 'wakil' Tuhan Yang Maha Mengadili dan sekaligus mereka bertindak, berbuat serta bersumpah atas nama Tuhan. Irah- irah inilah yg merupakan manifestasi dari konsep 'religious judicative' sebagai turunan dari konsep 'religious nation state'. Inilah yang membedakan kekhasan NKRI dengan negara lain. Dengan frasa Demi Keadilan Tuhan YME berarti bahwa putusan hakim tersebut tidak dipertanggungjawabkan kepada segala sesuatu kecuali TUHAN. Di tangan para hakim inilah kita di dunia ini cari keadilan. Irah-irah yg ada ini sangat sakral dan bermakna mendalam yang hal tersebut sesuai dengan amanah Pasal 2 ayat 1, UU RI No 48 th 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang sejalan dengan Pasal 197, ayat 1, sub a UU RI No 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Irah-irah tersebut lah yang menyadarkan para hakim untuk memutus perkara dengan seadil-adilnya karena perbuatan mereka telah dilandasi oleh SUMPAH kepada Tuhan. Bagi bangsa yang beragama, tentunya sumpah tersebut bukan hal yang sepele tapi berisiko luar biasa bagi para hakim bila mereka tidak menepati sumpahnya. Pertanggungan jawab hakim sebagai 'sang pengadil di dunia' tentu sangat berat di hadapan Tuhan nantinya. Kalau frasa itu hendak diganti, mau dipertanggungjawabkan kepada siapa keadilan ini.

No comments:

Post a Comment