Oleh : Dr. Wahju Prijo Djatmiko, S.H., M.Hum., M.Sc.
Doktor Ilmu Hukum Pidana UNDIP Semarang. Praktisi Hukum.
Institusi Polri lahir
pada 1 Juli 1946, dengan demikian kini usianya sudah mencapai 74 tahun.
Tentunya ini merupakan usia yang sudah sangat ‘mature’ bagi sebuah lembaga negara. Dalam perjalanan hidup
organisasinya, berbagai pemikiran dan usaha telah dicurahkan untuk mempercantik
‘sosoknya’, memaksimalkan fungsi dan tugasnya
agar menjadi polisi yang dicintai masyarakatnya. Fungsi penegakan hukum
yang diemban Polri diatur dalam UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Polri. Pasal 2
menegaskan bahwa salah satu fungsi
kepolisian adalah fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan
dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan
pelayanan kepada masyarakat. Pernyataan ini ditegaskan kembali sebagai tugas
dan wewenang Polri sebagaimana diatur pada Pasal 13.
Pelayan Masyarakat
Bagi masyarakat, Polri itu ‘contradictio in terminis’. Masyarakat kadang benci tapi juga sangat merindukan sekali kehadiran dan bantuannya. Di masa pandemi ini misalnya, selain tenaga medis, Polri berada di garda terdepan dalam upaya pencegahan penyebaran COVID-19. Keberhasilan pemutusan penularan wabah memang tergantung dari kesadaran dan kedisiplinan masyarakat, namun untuk memastikan keduanya berjalan, diperlukan peran Polri yang proaktif di dalamnya. Polri, pada satu sisi memiliki tugas-tugas rutin sebagai aparat penegak hukum dan penjaga ketertiban umum, sementara di sisi lain menjadi pihak yang diandalkan untuk menegakkan disiplin masyarakat dalam mempersempit penularan wabah.
Maklumat Kapolri No.
Mak/2/III/2020 tentang Kepatuhan Kebijakan Pemerintah dalam Penanganan Virus
Corona merupakan langkah proaktif Polri dalam mendukung PP Nomor 21 Tahun 2020
tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Permenkes No. 9 Tahun 2020
untuk memutus mata rantai wabah corona di Indonesia. Melalui usaha penertiban
masyarakat, Polri juga fokus pada penanganan kejahatan yang berpotensi terjadi
saat penerapan PSBB, seperti street
crime, perlawanan terhadap petugas, masalah ketersediaan bahan pokok, dan
kejahatan siber yakni penindakan terhadap provokator dan penyebaran hoaks
terkait penanganan COVID-19.
Dalam usaha penertiban
masyarakat di masa pandemi, Polri nampak mulai berhukum progresif. Polri tidak
terpaku pada hitam putih peraturan (text
reading) dalam implementasi maklumat, melainkan lentur dan luwes mengikuti
suasana emosional (moral reading)
yang sedang menyelimuti masyarakat. Mendasarkan pada teks dan bukan konteks
memilki kecenderungan kuat untuk berhukum kaku dan regimentatif yang berpotensi
timbulnya benturan pada masyarakat yang ditertibkannya. Akibat sifat peraturan
perundang-undangan yang kaku (lex dura
sed tamen scripta), banyak hal tidak terwadahi seperti suasana batin,
harapan dan semangat yang tengah menyelimuti masyarakat. Penegakan hukum
progresif dalam rangka pelayanan masyarakat menuntut setiap insan Polri tidak
hanya berpijak pada kecerdasan intelektual, melainkan juga ranah spiritual.
Dalam diri setiap anggota Bhayangkara perlu disuburkan rasa empati, dedikasi,
dan komitmen melayani masyarakat yang disertai semangat mengabdi sebagai polisi
pelayan masyarakat.[...]
No comments:
Post a Comment