Tuesday, 28 April 2020

PENGGUNAAN SARANA NON-PENAL UNTUK MENANGGULANGI KASUS PEMBUNUHAN SEBAGAI AKIBAT DARI PRAKTIK BUDAYA CAROK PADA MASYARAKAT MADURA

Oleh: Dr. Wahju Prijo Djatmiko, S.H., M.Hum., M.Sc. 
PENDAHULUAN
Pada kehidupan masyarakat suku Madura persoalan yang mengkaitkan harga diri dengan carok menjadi keunikan entitas budaya yang tidak dimiliki oleh suku-suku lain di Indonesia. Carok adalah sebuah simbol ‘keberadaan’ laki-laki, sebuah perkelahian antar pria yang biasanya dilakukan satu lawan satu yang kebanyakan disebabkan oleh adanya perselisihan. Menurut Latief Wiyata, carok adalah suatu tindakan atau upaya pembunuhan menggunakan senjata tajam pada umumnya celurit yang dilakukan oleh laki-laki terhadap laki-laki lain yang telah dianggap telah melakukan pelecehan terhadap harga diri, terutama berkaitan dengan masalah kehormatan diri, istri dan agama sehingga membuat malo (malu).
Persoalan martabat (harga diri) dan perasaan malo merupakan faktor pemicu utama bagi orang Madura dalam melakukan carok, karena menanggung beban malu merupakan pantangan yang harus disingkirkan. Tindakan carok merupakan manifestasi dari upaya membela dan menjaga harga diri dengan jalan kekerasan fisik. Dalam hal ini dikenal ungkapan “ango’an poteya tolang etembeng poteya mata”, yang artinya lebih baik mati dari pada hidup harus menanggung malu.

Doc: https://drive.google.com/file/d/1-Nlhqo-A6yWjmGrb2fNUw5AMGIOP_Ajg/view?usp=sharing

No comments:

Post a Comment