Abstrak
Pembangunan hukum pada hakikatnya merupakan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable delevelopment), fungsinya sebagai perlindungan kepentingan manusia, hukum mempunyai tujuan yang hendak dicapai yakni menciptakan ketertiban dan keseimbangan. Dengan tercapainya ketertiban di dalam masyarakat diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi. Walaupun pembangunan hukum diarahkan pada terwujudnya hukum yang dapat menciptakan tata tertib dalam kehidupan masyarakat, yang berarti hukum dan masyarakat saling berhubungan, tetapi dalam kenyataannya masih banyak produk hukum dalam arti perundang-undangan yang tidak dapat menciptakan ketertiban dalam kehidupan masyarakat, salah satu perundang-undangan yang dijudicial review adalah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Dengan adanya judicial review terhadap UU No. 19 Tahun 2013, jelas undang-undang ini tidak mencerminkan faktor kemasyarakatan. Hal ini menunjukkan tidak terdapat hubungan keselarasan dan kemanfaatan antara UU No. 19 Tahun 2013 sebagai hukum tertulis dengan masyarakat. Fenomena itu kemudian dilihat dari teori John Henry Merryman tentang strategi pembangunan hukum (ortodoks dan responsif). Produk hukum yang bersifat responsif, proses pembuatannya bersifat partisipatif, yakni mengundang sebanyak-banyaknya partisipasi masyarakat melalui kelompok-kelompok sosial dan individu di dalam masyarakat. Adapun proses pembuatan hukum yang berkarakter ortodoks bersifat sentralistis dalam arti lebih dominannya lembaga negara terutama pemegang kekuasaan eksekutif.
Kata kunci: positivisme hukum, subjektivitas, filsafat hukum, paradigma.Download PDF: http://www.journal.walisongo.ac.id/index.php/walrev/article/view/4751
No comments:
Post a Comment